Senin, 30 Agustus 2010

Efek radiasi aerosol

entry-content'>
Partikel-partikel aerosol menghamburkan (atau memantulkan) dan menyerap radiasi sinar matahari. Sifat menyerap radiasi mengakibatkan memanasnya lapisan atmosfir yang mengandung aerosol, sementara sifat menghambur radiasi (scattering) menyebabkan redistribusi (penyebaran kembali) radiasi, termasuk membaliknya radiasi matahari itu ke arah luar bumi (luar angkasa).Efek radiasi langsung aerosol tergantung pada sifat fisis yang disebut sebagaisingle scattering albedo (SSA. SSA didefinisikan sebagai perbandingan antara radiasi yang dihambur dengan yang diserap oleh partikel-partikel aerosol. Di atmosfir, partikel-partikel berukuran 0.1 – 1 micrometer merupakan partikel yang paling efektif menghambur radiasi, sehingga sangat penting peranannya dalam mengatur cuaca global. Ada 3 parameter fisis yang sangat penting dalam mengukur sifat radiatif aerosol, yakni: distribusi ukuran (size distribution), indeks refraktif dan kepadatan (densitas).
Ukuran partikel aerosol yang sangat halus berkisar antara 1 nm ( 1 nanometer = satu per satu milyar meter) (disebut partikel ultra-halus) terbentuk melalui proses-proses konversi gas-ke-partikel di atmosfir. Begitu partikel-partikel terbentuk, mereka bisa berkumpul dalam gugus-gugus (clusters) dalam ukuran yang lebih besar (antara 50-100 nm) sehingga bisa mempengaruhi secara langsung bujet radiasi. Asap (haze) dan kabut (smog) yang sering terlihat meliputi kota-kota besar diakibatkan efek radiasi aerosol ini.
Sebagai contoh, di Asia, dari pengukuran yang dilakukan lebih dari 7000 stasiun cuaca selama 5 tahun antara 1994-1998, kawasan ini didapati area yang paling berkabut udaranya akibat haze adalah di selatan pegunungan Himalaya, membentang mulai dari Pakistan utara, India, hingga Bangladesh bagian selatan. Dari pengukuran berjangka, diketahui koefisien serapan (extinction coefficient/EC) tertinggi aerosol lokal di kawasan tersebut tercatat pada bulan Desember, Januari dan Februari. Sementara yang terendah, tercatat pada bulan September, Oktober dan November. Kawasan lain yang juga memiliki intensitas kabut dan asap tinggi (hazy region) adalah Thailand utara dan Laos. EC terbesar yang tercatat adalah 0.5 km-1, yang dapat dikonversi menjadi jarak pandang(visibility) sejauh 24 km. Yang menarik, di Indonesia dan Malaysia, akibat kebakaran hutan hebat, khususnya antara September-November 1994-1998 (musim kemarau), 75% kawasannya memiliki angka EC terbesar di dunia. Enam buah stasiun cuaca mencatat EC lebih dari 1 km-1, yang jika dikonversi menjadi jarak pandang hanya sekitar 2 km saja!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar