Senin, 30 Agustus 2010

Aerosol, Berdampak pada Iklim Global

entry-content'>
Protokol Kyoto yang baru-baru ini diberlakukan adalah sebuah langkah masyarakat dunia untuk mengatasi fenomena pemanasan global. Sering kita mendengar bahwa Bumi semakin panas (global warming), namun terjadi pula pendinginan(global dimming). Dalam sebuah konferensi internasional mengenai bujet radiasi (suatu istilah yang merujuk pada memanas/mendinginnya bumi akibat perubahan di atmosfir) dan parameter aerosol [1], ternyata menyimpulkan juga bahwa bumi semakin dingin! Pengukuran berjangka panjang yang dilakukan menunjukkan radiasi matahari yang mencapai permukaan bumi mengalami penurunan. Beberapa pakar yang melakukan pengukuran terutama di Eropa mendapati terjadi penurunan radiasi lebih dari 10% antara tahun 1960 hingga 1990. Penurunan radiasi yang dapat berimplikasi serius pada lingkungan dan cuaca global itu terbesar dialami oleh mantan Uni Soviet sebesar 20% antara 1960 hingga 1987. Di Australia juga dicatat tingkat curah hujan mengalami penurunan, dan bukan tren pemanasan global. Kecenderungan data curah hujan ini didapati pula cocok dengan tren global dimming. Kajian di pegunungan Alpen di Swiss juga menyimpulkan terjadi pendinginan antara 1981-1995, dilanjutkan dengan pemanasan setelah 1995. Kita juga mungkin pernah mendengar tentang hujan asam dan gangguan kesehatan akibat asap tebal kebakaran hutan. Apa yang menyebabkan kesemuanya ini? Yang pasti, terjadi suatu perubahan pada atmosfir kita. Apa yang terdapat di atmosfir? Udara! jawaban itu tidak salah, namun jika kita arahkan teleskop dengan pembesaran hingga berskala mikron ke atmosfir, akan kita temukan adanya aerosol.

Apa itu aerosol?
Istilah aerosol digunakan untuk menyebut partikel-partikel halus yang tersebar di atmosfir Bumi dalam ukuran yang berbeda-beda, pada kisaran 0.001 micrometer hingga 1000 micrometer (1 micrometer = satu per sejuta meter). Meningkatnya jumlah aerosol yang dilepas ke atmosfir (misalnya partikel-partikel sulfat, komponen organik instabil, karbon, dsb.) akibat emisi alamiah dan antropogenik (istilah yang mengacu pada aktifitas buatan manusia), telah mengurangi intensitas radiasi matahari yang sampai ke permukaan bumi dalam ukuran 0.5 hingga 2 W/m2. Satuan radiasi itu menyiratkan bahwa pada permukaan bumi seluas 1 m2, intensitas cahaya matahari mengalami hambatan/terhalang aerosol di atmosfir sebesar 0,5 hingga 2 Watt.

Besarnya angka kisaran perkiraan para ahli itu diakibatkan oleh sangat miskinnya pengetahuan kita mengenai sifat alami pembentukan aerosol dan proses-proses yang terlibat di dalamnya. Selain itu data pengukuran yang akurat dan rinci mengenai aerosol ini sangat terbatas keberadaannya. Kompleksitas aerosol di atmosfir ini juga menjadi semakin tinggi akibat emisi gas-gas efek rumah kaca yang menyebabkan terjadi efek pemanasan global, sehingga angka ini juga mengalami berbagai kompensasi. Sifat aerosol yang sangat dinamis karena senantiasa bergerak dan berubah di atmosfir, baik secara fisis maupun kimiawi menyebabkan para ahli mengalami kesulitan dalam mengukur besaran radiasi ini padahal kemampuan untuk memprediksi perubahan cuaca akibat perubahan aerosol ini memerlukan tidak hanya pengetahuan mengenai emisinya saja, melainkan perpindahan dan reaksinya yang sangat kompleks di atmosfir.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar